Selasa, 26 Juni 2012

Haru, Pilu, Sedih dan juga Rindu

Awan tebal berwarna abu tua memenuhi langit pagi. Aku tak ingat kapan terakhir kali aku melihat mentari pagi. Aku melangkah malas menuju sekolah. Sendiri. Rintik hujan mulai berjatuhan, aku membuka payungku. Pagi yang dingin. Anak-anak sekolah di belakangku berlarian, bahkan burung-burung pun berterbangan mencari tempat berteduh. Sepertinya hanya lalu lintas yang padat yang tidak peduli pada hujan pagi hari.
Pukul 06.57, aku sampai di sekolah. Seperti biasa sisi lorong-lorong kelas dipenuhi siswi-siswi yang kurang kerjaan, cengir sana cengir sini. Dan tak anehnya lagi ketika ku berjalan melewati mereka, teriak histeris langsung terdengar di sepanjang lorong. Apalagi ketika aku menolehkan pandanganku ke arah siswi-siswi kurang kerjaan itu. Menajamkan pandanganku, memperlihatkan wajah tak suka, teriakan mereka malah semakin histeris.

“Hey, dia ngeliat ke arahku! Aku!”
“Bukan! Yang dia liat aku!”
“Aduh tambah cool aja tu Alfandi.”
“Kyaa.. Alfandiii.”
Itu hanya sebagian teriakan siswi-siswi yang kudengar. Oh God! Harus ku apakan mereka? Really annoying.
Akhirnya aku sampai di kelasku, 10-4. Aku tertegun ketika melihat meja Valerie yang kosong.
“Al, ada yang nyariin tu.” Seru Fery teman sekelasku yang sedang membersihkan papan tulis.
Aku menoleh ke arah pintu. Ternyata Rama, dia menghampiriku.
“Al, berangkat sekolah ko ga nungguin aku sih, kamu ke stasiun lagi ya?”
“Hari ini ngga.”
“Dia udah mulai sekolah? Mejanya yang mana?”
“Tepat dibelakangku, dan masih kosong. Aku ragu dia datang hari ini.”
“Mm, oke deh. Kasih tau kalo kalo dia datang.”
“Oke.”
Hazel dan Lorin yang baru saja datang langsung menghampiriku.
“Rama, ngapain kesini Al? Ley udah ketemu?”
“Belum.”
Aku menundukkan kepalaku. Membenamkannya dalam pelukan lenganku. Aku kepalang bingung. Sudah dua minggu berlalu sejak kematian orang tua Valerie dan dia menghilang sejak itu. Mejanya masih saja kosong. Rama, Paman dan Bibi berusaha mencarinya namun sia-sia. Kakaknya ikut menghilang. Rumah yang ditinggalinya kosong. Aku yang hampir setiap pagi pergi ke stasiun dengan harapan ia akan datang pun mulai frustasi. Aarrggh! Where the heck is she now!
“Alfa..!!!!!!!!!” Hazel berteriak, namun aku tak menghiraukannya. Aku makin membenamkan kepalaku dalam dalam.
“Alfaaa..!!!!!!!!!!!!!!” Kali ini suara Lorin.
Aargh, ada apa dengan mereka berdua? aku mengangkat kepala. “Apa?!” kesal juga aku dibuatnya. Wajah Lorin berkaca-kaca. Kenapa?
Aku terkejut ketika aku mendapati Erie yang sedang berdiri di depan pintu. Hazel memeluknya erat sambil menangis sesenggukan. Lorin tak mau kalah, ia berlari menghampiri Erie dan ikut memeluknya. Fery yang sedang menghapus papan tulis seketika berhenti melihat kedatangan Erie, dan teman teman yang lain pun menghentikan aktifitasnya seketika. Mereka ikut menghampiri Erie, memeluknya bergantian.
Aku tak mau kalah, aku berlari ke arah pintu, menghampirinya dan langsung memeluknya erat-erat.
“Erie.. kemana aja?! Aku hampir frustasi nyari kamu. Kamu sehat kan? Tenang, semuanya pasti akan baik baik aja. Jangan ngilang lagi ya Erie.”
Erie tak menjawab apa-apa, dia hanya membalas pelukanku dan mulai menangis. Yang lain ikut memeluk kami berdua.
“Erie jangan nangis..” Seru mereka.  Haru, pilu, sedih dan rindu bercampur jadi satu. Aku tersenyum sedang mataku memerah.


Yuu-chan

Read More... Haru, Pilu, Sedih dan juga Rindu