"Mmm. Aku suka sama kamu, kamu mau ga jalan bareng aku?" Seorang gadis menyatakan rasa sukanya padaku dengan malu-malu. Wajahnya terlihat memerah.
"Jalan kemana?" Jawabku polos dan datar.
"Ma maksudnya, kamu mau ga jadi pacarku?" Wajahnya semakin memerah. Ia menundukkan kepala.
"Mmm, maaf tapi aku ga kenal kamu..." Baru saja gadis itu ingin berkata, mungkin begini 'Kita bisa kenalan sambil pacaran', tapi belum sempat karena tertahan kalimatku selanjutnya. "Dan lagi aku ga suka cewek yang lebih tua." Mungkin agak keterlaluan. Tapi itulah, aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Gadis itu duduk di kelas 11.
Gadis itu sontak mengangkat kepalanya seraya menunjukkan ekspresi tak suka, jelas ia tersinggung. Ia langsung berlari sambil menangis. Yah mungkin aku terbilang cowok cuek dan sadis. Tapi bukan itu sebenarnya, aku hanya tak suka basa-basi. Bagiku itu mirip dengan berbohong. Aku lebih suka berkata langsung pada intinya, sehingga dapat meminimalisirkan kesalahpahaman. Kalau memang aku suka , aku pasti bilang suka. Tapi kalau aku tak suka, ya tak bisa di paksakan dan mengatakan dengan jujur kalau aku tak suka. Mungkin sifat itu yang membuatku selalu terasing dari lingkungan. Tak punya teman. Tapi aku memang tak membutuhkannya kok. Selama aku nyaman dengan keadaanku yang selalu sendiri.
Sudah 2 minggu aku sekolah di sini. Dan sudah ada 5 orang gadis yang menyatakan sukanya padaku. Jelas mereka aku tolak semua. Hah, aku malas dan tak tertarik untuk pacar-pacaran. Entahlah aku tak mengerti apa yang mereka suka dariku? Aku tak begitu istimewa. Dan aku menilai diriku sendiri biasa saja, tak ada yang perlu dibanggakan. Aku juga tak berlaku sok kecakepan.
Hampir setiap aku berjalan di lorong sekolah, siswi-siswi yang sedang berdiri-diri sambil mengobrol itu langsung menempelkan pandangannya padaku, mengikuti arah kemanaku berjalan, dan aku merasa sangat terganggu.
"Iyalah dia punya tampang. Keliatannya juga orang berada. Wajar dong baru dua minggu sekolah disini udah dikejar-kejar para cewek. Pasti dia besar kepala sekarang, huh." Itu hanya satu dari sekian banyak siswa laki-laki yang mengumpat tentangku di belakangku. Tapi aku tak peduli. Yah aku tahu hanya orang-orang sirik yang berlaku seperti itu.
Tapi..
"Hey! Ngomongin orang sembarangan! Kalau gak tau apa-apa diem deh. Emang dia lebih cakep dari kalian yang busuk ama omangan kalian. Huh." Ada juga yang membelaku di belakang. Aku jadi tersenyum sendiri dari kejauhan. Ya dari awal sejak aku pertama bertemu dengannya aku merasa gadis itu berbeda. Valerie...
Kalau aku perhatikan, akhir-akhir ini dia sudah tak menusukkan tatapan tajamnya padaku. Di kelas dia fokus dengan pelajaran. Ia juga tak pernah sengaja mendekatiku. Tanpa sengaja aku jadi memperhatikannya. Badannya yang tak terlalu tinggi, mungkin sekitar 150 cm. Kulit yang putih. Rambut yang panjang berwarna coklat tua. Matanya yang bulat tapi tajam. Senyuman yang manis. Dan rasa kemanusiaannya yang sangat tinggi. Aku makin penasaran dengannya. Terlebih jika aku mengingat kejadian di bis saat ia meneteskan air mata dalam tidurnya. Aku bahkan tak pernah menyangka akan bertemu dengannya lagi di rumah Rama dan bahkan pindah ke sekolahnya. Jika saat itu aku tahu dia hendak ke rumah Rama sudah barang tentu dia kubangunkan dan kita bisa pergi bersama. Haha, apa yang kupikirkan.
Bel sekolah berbunyi tepat pukul 2 siang. Seluruh siswa berhamburan keluar dari kelas bagai semut-semut yang keluar dari sarangnya. Siang yang panas. Namun ada yang lebih panas. Sekumpulan siswa berwajah preman beridiri tepat di depanku ketika aku baru saja keluar dari gerbang sekolah. Terlihat beberapa kakak kelas dan yang satu angkatan denganku mendengus ke arahku. Aku hanya membalas dengan senyuman sinis. Hah, dasar anak-anak kecil pikirku.
Yuu-chan
